Cerita Created by MupidStory

Assalamualaikum guys... 

Terima kasih sudah berkunjung di gubuk media ini. Buat yang baru masuk aku ucapin, Selamat datang di Laman MupidStory, Nikmati Keseruan SOJOY (Story Enjoy), Tips yang bermanfaat dan juga Art.

Baik, kalau sudah klik laman ini. Pasti kalian kepo dengan kelanjutan cerita Menikah yang sudah ada part 1nya. Hehehe. Atau kalo yang baru masuk karena asal klik, ups, biar kalian nggak bingung baca lanjutan ini. Aku saranin buat baca dulu Part 1nya. Kalian bisa klik judul ini. Part 1 Menikah.

Oke langsung saja ini dia, Part 2 Menikah - Aku Santri.

Ilustrasi Gambar




MENIKAH

Part II

Aku Santri

~

Perasaan terindah adalah merasa butuh dan rindu bersujud kepada-Nya

~

Menikah bukan jalan yang aku pilih. Menikah rasanya bukan alasan yang tepat untukku berhenti meraih mimpi. Aku masih muda, masih tidak ingin terikat oleh hubungan apapun. Meskipun jalan yang aku lalui saat ini pun tidak sejalan dengan apa yang aku pikirkan sebelumnya. Tapi, setidaknya aku masih bersekolah. Masih bisa mengenyam pendidikan dan melanjutkan mimpiku. Aku masih berharap, meskipun ini tak sejalan dengan apa yang aku tuju, tapi setidaknya aku masih waras untuk mengakhiri masa lajangku. Karena yang aku tau, setelah kita menikah, semua tidak akan kembali mudah.

Ya, aku memilih masuk pesantren daripada harus menikah. Aku memilih jadi santri ketimbang jadi istri dadakan dengan orang yang sama sekali tak aku kenal apalagi aku cintai. Rasanya kepalaku ingin pecah sekarang. Tapi, aku tidak memiliki jalan lain. Lebih baik terkekang jadi santri daripada jadi istri. Huhuhu. Bagaimana nasibku nanti ketika aku tiba di pesantren yang katanya gratis itu. Dikekang ayah dan ibu saja aku sudah jengah, apalagi jadi santri. Di sana pasti aku harus berpakaian alim, mengaji, dan semua perihal agama yang terkadang seringku langgar.

Aku jadi teringat masa kecilku yang penuh tekanan, karena sebagai anak ayah yang termasuk pemuka agama di desaku, aku harus dituntut ini itu. Tidak boleh ke luar rumah sembarangan, tidak boleh memakai pakaian yang ketat, apalagi pakai celana, digembleng ngaji oleh ibu dan lain sebagainya. Mengingatnya aku jadi ngeri sekaligus merinding sendiri membayangkan bagaimana aku nanti di pesantren. 

Huuuft... Ku hembuskan nafas berat dan tak bersemangat. Ku tatap luar jendal bus yang berembun karena hujan di luar. Ku rasakan lirikan ayah dari kursi seberang. Entah apa yang dipikirkannya sekarang, mungkin kasihan kepadaku yang sejak dari rumah hingga setengah jalan menuju pesantren terlihat murung. Ya, kami menuju pesantren, beruntung aku bisa duduk sendiri. Ayah duduk bersama adikku karena ia yang tidak tahan dan suka mabuk kendaraan. Kami menggunakan bus pesantren dan bersama rombongan santri dari pesantren tujuan kami yang masih satu kota. Lagi-lagi aku menghela nafas pelan, sebentar lagi. Aku akan terpisah dari ayah dan ibu.


0 Komentar