Ye ye ye, Assalamualaikum, Selamat datang di gubuk media MupidStory, terima kasih sudah mampir. Rasakan kenikamatan Hakiki Story Enjoy, tips bermanfaat dan dunia Art.

Seperti biasa kita berada di plot cerita dari Destroyed, nah kali ini mimin mau update Part 1nya, buat kalian yang baru mampir dan belum baca prolognya silahkan klik, link judul ini, BAB Prolog Destroyed, dan Part 1 Destroyed- Penjara Merah 1, supaya kalian lebih paham jalan ceritanya dan tidak kebingungan ketika membaca lanjutan cerita ini.

Oke, sebelumnya saya tegaskan lagi. Cerita ini Murni karya pribadi, harap membaca dan mematuhi ketentuan pembaca dan besikaplah dengan bijak ya guys. 

SOJOY (STORY ENJOY) YUK!!!



DESTOYED

Penjara Merah (2)

Tak ada kenangan yang lebih indah selain kenangan bersama orang-orang yang tersayang. Dan tak ada kenangan yang paling dirindukan selain kebersamaan dengan keluarga tersayang...,
***

Author POV-on

Semua berjalan sesuai yang diperintahkan Roman. Lagi-lagi mereka berhasil melarikan diri dari polisi. Entah polisi itu yang bodoh, atau Roman yang memang teralu licik. Sampai-sampai mereka selalu berhasil mengelabuhi polisi-polisi itu.

Diam-diam Ana mengumpat dalam hati karena kejengkelannya pada para polisi itu. Ingin ia berteriak pada mereka, memberitahukan kebodohan mereka yang selalu dengan mudah tertipu.

‘Sial, lagi-lagi aku harus memasuki penjara merah yang baru,’ umpatya kesal.
_______

Malam semakin larut. Jarum jam di dinding sudah menunjukkan pukul satu malam. Namun, gadis berambut coklat itu belum juga memperlihatkan kantuknya. Ia termenung memikirkan masa depannya yang menurutnya sangat suram. Keadaan tak membiarkannya untuk menentukan bagaimana ia ingin bertindak. Semua tindakannya terkekang.

Meskipun secara lahir, kebutuhannya lebih baik dibandingkan kehidupannya yang sebelumnya. Akan tetapi jiwanya seakan mati, tanpa rasa. Ia amat tertekan dengan hidup yang harus dijalaninya sekarang. Sesungguhnya, ia lebih bahagia memulung atau bekerja serabutan dibandingkan harus mengotori tangan dan hatinya untuk membunuh orang tanpa sempat ia tahu alasan disebaiknya.

Ya, Anastasya. Nama gadis itu. Gadis yang sudah dua tahun bekerja sebagai pemburu darah, meskipun ia-nya terpaksa melakukannya, tapi ia memang harus. Jika tidak, nasib orang-orang yang disayanginya akan dalam keadaan bahaya. Ia harus melakukan semua perintah dari orang yang memanfaatkannya itu. Siapa lagi kalau bukan Roman Sigh, pria yang secara diam-diam ia benci setengah mati. Pria yang membawa dan memaksanya menempati keadaan yang membuatnya tak memiliki hati sama sekali. Dan pria yang sialnya sangat tampan dan memiliki sorot mata yang mebius siapapun lawan bicaranya, tak terkecuali Ana yang selalu kalah dengan tatapannya.

“Ana!”

Ia teronjak kaget. Hampir-hampir ia terjatuh dari duduknya di jendela lantai dua kalau tidak ada tangan kasar yang meraih pinggangnya. Entah ia harus bersyukur atau kesal karena selamat dan keterkejuatannya barusan, yang pasti ia hanya diam tak berkutik merasai jantungnya yang tiba-tiba berdetak kencang.

‘Ada apa dengan jantungku ini? Aku ada sakit jantung kah?’ desir hatinya kebingungan.

Dengan kasar Roman melepaskan pautannya di pinggang Ana hingga membuatnya jatuh tersungkur di atas lantai. Ia tak habis pikir dengan gadis itu yang selalu saja menyusahkannya. Terasa menyesal telah mengambilnya sebagai anggota pemburu darah-nya.

Tapi, mengingat rahasia yang sudah banyak diketahui gadis itu membuatnya mengurungkan niat untuk melepasnya. Ia bisa saja membunuhnya, tapi entahlah. Dia malas mengotori tangannya hanya untuk membunuh gadis yang bodoh itu. Bukan, ia hanya sedikit menunda waktu untuk memenggal kepala gadis itu. Sebenarnya ia sudah sangat muak dengan ketulian Ana yang selalu saja mengacuhkan panggilan ataupun ucapannya.

Ana sedikit meringis merasai pantatnya yang panas menampar lantai. Ia sedikit kesal dengan perlakuan Roman terhadapnya, untuk apa ia menolongnya kalau pada akhirnya ia akan menjatuhkannya kembali meskipun bukan ke luar jendela.

“Bodoh!” lagi-lagi Roman menghardiknya dengan kata-kata bodoh. Membuat Ana mendengus pelan.

“Ya, aku memang bodoh! Sampai-sampai kau masih sudi menyimpan gadis bodoh ini di ruangan yang juga bodoh!”

Roman menggeram marah.

Ana semakin mendesis kesal, tak sedikitpun rasa takut menjalar dalam dirinya.

“Dasar perempuan!” ujarnya marah. Kemudian pergi sambil membanting pintu.

“Dasar lelaki aneh!” balas Ana kesal tapi tak sampai ke telinga Roman. “Laki-laki aneh yang sangat kejam dan tak berperi kemanusiaan!!” lanjutnya menahan tangis.

Ia semakin kesal karena lagi-lagi pria itu mengunci pintunya. Tak sedikitpun memberi kebebasan untuk dirinya berbaur dengan siapapun meskipun itu dengan pembantu sekalipun. Ingin sekali ia mengumpat keras-keras sekarang. Tapi, ia bukanlah gadis yang seperti itu dan tak pernah diajarkan seperti itu. Dan hanya sesekali mengumpat dalam diam ketika ia benar-benar merasa kesal.

“Ya Tuhan, aku capek,” ucapnya lemah bersama air mata yang mulai menerokahi pipinya dan melangkah lunglai ke kamar mandi untuk mebersihkan diri dan kemudian tidur. Dan terus seperti itu setiap harinya. Kegiatan rutin yang mebosankan!

Author POV-off
____

Bersambung…,

Penasaran? Baca lanjutannya dengan klik ini, Part 3 Destroyed Siapa Namamu, Hey Gadis?

0 Komentar